Rabu, 17 Agustus 2011

Surat Untuk Bintang


Untuk : Sabtu, 17 Juli 2010
Radisha, sahabatku tersayang
Halo, Disha. Bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu. Ingin sekali rasanya bertemu. Kapan ya, kita bisa bertemu lagi?
Oh ya, apakah kau masih mengingat ritual rutin kita setiap malam minggu? Itu lho, kegiatan berbaring di balkon kamarku sambil memandang langit malam. Kau masih ingat, bukan? Setelah kau pergi, aku masih melakukan ritual itu. Tentu saja rasanya berbeda apabila tanpamu.
Hari ini, tepat satu tahun kau pergi. Aku tidak menyangka aku bisa melewati 365 hari tanpa dirimu. Jujur, rasanya sungguh berbeda. Segalanya terasa hambar dan tidak berwarna. Begitu juga dengan ulangtahunku yang ke 14 hari kemarin. Aku merindukan kehadiranmu di sampingku saat sedang meniup lilin :’)
Saat ini aku sedang duduk di balkon kamarku sambil menulis surat ini untukmu. Angin malam dan suara gesekan dedaunan ikut menemaniku. Sesekali aku memandang bintang-bintang yang memancarkan kerlipnya. Aku ingat, dulu kita berdua sering bermain menebak bentuk dari rangkaian bintang. Ah, aku ingin sekali bermain seperti itu lagi. Kau juga pasti ingin kan, Disha?
Dulu, kau pernah bilang bahwa kita harus memberi tahu bintang-bintang tentang impian kita. Menurutmu, bintang-bintang pasti akan mendengarnya. Menurutmu juga bintang-bintang adalah teman curhat yang terbaik selain aku. Haha aku tersipu mengingatnya. Sesungguhnya kau lah yang merupakan teman curhat terbaik (menurutku).
Impian. Kau dulu pernah bertanya padaku tentang impian. Saat itu aku menjawab impian terbesarku adalah menjadi penulis. Tapi kini impian terbesarku adalah… ah aku malu mengatakannya. Hehe. Aku ingat impian terbesarmu adalah pergi bersamaku mengelilingi bulan.
“Sebenarnya, impianku adalah membawamu mengelilingi bintang. Tapi kita tidak mungkin bertahan hidup apabila tinggal di sana. Karena itu aku menggantinya dengan mengelilingi bulan, karena bulan juga tempat yang indah.” Itulah kata-katamu waktu itu. Kau mengucapkannya sambil menunjuk ke arah bulan yang bulat sempurna. Aku masih mengingatnya, terekam jelas di otakku. Saat itu aku menganggap impianmu sangat mustahil. Tapi aku mencabut kata-kataku waktu itu. Apabila itu impianmu, aku akan berusaha untuk mewujudkannya. Tapi sebagai syarat, kau harus kembali dan menemaniku setiap malam minggu, sama seperti dulu. Hehe
Disha, aku ingin berkata padamu bahwa langit malam ini benar-benar indah. Sungguh sayang sekali kau tidak ada di sini. Oh, lihat kumpulan bintang di sana. Kau melihatnya, bukan? Menurutku, kumpulan bintang itu membentuk wajahmu. Mirip sekali. Membuatku merasa kau ada di sampingku. Menurutmu kumpulan bintang itu membentuk apa?
Aku merasa aneh. Entah mengapa, langit malam ini juga membentuk sebuah layar raksasa yang menampilkan video berisi segala hal yang telah kita lakukan bersama. Mulai dari hujan-hujanan, memanjat pohon jambu, mencuci sepeda di sungai, dan lain-lain. Air mataku sampai menitik lho. Hehe. Aku sadar aku sangat merindukan dirimu dan segala sesuatu yang kita lakukan.
Air mataku terus menetes. Maaf Disha, aku benar-benar tidak kuat. Dulu kau pernah berkata bahwa apabila kita menangis maka kita adalah orang yang lemah. Aku mengakui bahwa aku memang lemah. Aku bisa menjadi kuat apabila kau hadir kembali di sini.
Untuk Radisha, sahabatku sejak kecil, untuk saat ini saja aku ingin mengeluarkan segala keinginan hatiku untukmu. Tolong diperhatikan, ya!
Pertama, aku ingin kau kembali ke sini. Aku rindu suaramu, wajah manismu, rambut panjangmu, dan segala imajinasimu. Aku tahu itu sangat mustahil dan egois, tapi itulah keinginanku. Bahkan setiap hari aku berdoa pada Tuhan agar mengembalikanmu ke dunia ini. Kedua, aku ingin pergi mengelilingi bulan bersamamu. Nanti kita akan membangun rumah dan istana bermain, hanya untuk kita. Ketiga, aku ingin kau berbahagia. Sudah, hanya 3 keinginanku untukmu.
Oh ya, aku juga ingin berterimakasih. Selama ini, aku sadar bahwa bintang hidupku bukanlah bintang-bintang di langit, tetapi dirimu. Kau bintang terindah yang aku tahu. Karena kau menghias hidupku yang seperti langit malam nan gelap menjadi langit malam yang terang oleh kerlip cahaya.
Ah, ternyata suratku cukup panjang. Aku harap kau mau membacanya (aku ingat kau malas membaca!). Disha, sahabatku tersayang, kau bisa mendengarku kan? Aku sangat merindukanmu. Aku harap bintang-bintang dapat menyampaikan segala pesanku untukmu. Aku yakin bintang-bintang pasti melakukannya. Karena setiap malam, setiap aku melihat bintang, aku selalu mendengarmu. Oh ya, kau juga merindukanku, bukan? Ayo mengaku saja. Hehe
Baiklah, cukup sekian surat dariku. Aku sudah mengadakan perjanjian dengan angin hari senin yang lalu. Angin sudah berjanji padaku akan mengantar suratku ini. Apabila suratnya tidak sampai, beri tahu aku ya! Nanti aku akan memberi pelajaran pada para angin!
Aku merindukanmu :D:D:D.
Note : impian terbesarku adalah ingin kau selalu bahagia :))

Dari sahabatmu yang manis (hehe)
Keira :D

***
Keira melipat surat yang ia tulis dua hari yang lalu ke dalam sebuah amplop berwarna hijau. Radisha memang sangat menyukai warna hijau. Setelah amplop tertutup dengan rapih, Keira mengikat surat itu pada balon yang juga berwarna hijau. Ia sudah menanti saat-saat pengiriman surat ini. Bahkan karena terlalu bersemangat, Keira langsung berlari menuju lapangan sepak bola yang berada di sebelah sekolahnya ketika bel pulang baru berbunyi. Tentu saja saat ini ia masih memakai seragam putih-birunya.
Angin bertiup pelan. Matahari bersinar cukup terik, membuat keringat bercucuran dari kening Keira. Sesekali ia menghapus keringatnya dengan lengan baju putihnya. Meskipun begitu, hatinya terasa sejuk. Di lapangan ini lah ia dan Radisha banyak menghabiskan waktu. Mulai dari hujan-hujanan, berlari-lari karena dikejar anjing, bersembunyi saat dimarahi guru, dan lain-lain. Di lapangan ini juga lah Keira mengirimkan surat-suratnya untuk Radisha. Setiap minggu Keira memang selalu mengirimkan surat untuk Radisha. Tentu saja cara pengirimannya dengan menerbangkan surat itu bersama balon.
Sudah satu tahun Radisha pergi. Radisha pergi karena penyakit lemah jantung yang ia derita sejak kecil. Dulu Keira sempat menganggap Radisha berbohong padanya, karena sahabatnya itu sudah berjanji akan terus berjuang hidup agar selalu bersamanya. Tapi kini Keira sudah mengikhlaskan Radisha, karena ia sadar Radisha akan selalu hidup di hatinya.
“Disha, ini suratku untuk minggu ini. Balas suratku, ya! Aku tahu itu mustahil, tapi aku yakin kau pasti membalasnya. Entah itu lewat bintang-bintang, ataupun angin. Tuhan juga pasti akan menyampaikan surat-suratku untukmu begitu juga sebaliknya.” Kata Keira sambil tersenyum. Kemudian ia melepaskan pegangannya pada balon dan membiarkan balon hijau itu terbang terbawa angin.
“Sekali lagi, aku sangat merindukanmu. Terkadang aku sangat egois, karena menginginkanmu untuk kembali. Tapi aku sadar kau akan selalu ada di hatiku.” Keira menatap balon hijaunya yang terbang makin tinggi dan mulai hilang ditelan langit biru.
Ya, Radisha akan selalu hidup di hatinya.
Tamia Setia Tartila l CSR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar